Beda dengan Infeksi Lain, Ini Alasan Pengobatan TBC Harus Berbulan-bulan- Kompas - Berbagi Informasi
powered by Surfing Waves

Breaking

Home Top Ad

Responsive Ads Here

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Kamis, 03 Juli 2025

Beda dengan Infeksi Lain, Ini Alasan Pengobatan TBC Harus Berbulan-bulan- Kompas

  Kesehatan,

Beda dengan Infeksi Lain, Ini Alasan Pengobatan TBC Harus Berbulan-bulan

KOMPAS.com – Berbeda dengan infeksi bakteri biasa yang bisa sembuh dalam hitungan hari, penyakit tuberkulosis (TBC) memerlukan pengobatan berbulan-bulan.

Hal ini disebabkan oleh sifat unik bakteri penyebabnya, yaitu Mycobacterium tuberculosis, yang jauh lebih resisten dan kompleks.

“TB itu bukan bakteri biasa. Dia menyerupai jamur, dinding selnya sangat tebal, dan menempel lebih kuat di jaringan tubuh. Itulah sebabnya pengobatannya lama dan tidak bisa disamakan dengan infeksi lain,” jelas edukator farmasi apt. Rahmat Hidayat, S.Farm., MSc dalam program Kemencast yang disiarkan di kanal YouTube Kementerian Kesehatan RI, Minggu (22/6/2025).

Baca juga: TBC Bisa Serang Otak dan Organ Vital, Vaksin BCG Tak Cukup Lindungi Dewasa

Polisi dan Demonstran Bentrok di Istanbul Turkiye Buntut 100 Hari Penangkapan Wali Kota

Bakteri TBC: kecil, kuat, dan sulit dihancurkan

Tuberkulosis disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, yang dikenal sangat tangguh dibandingkan jenis bakteri lainnya.

Bakteri ini bersifat seperti jamur (myco), memiliki dinding sel tebal, dan mampu bertahan dalam tubuh tanpa menimbulkan gejala bertahun-tahun dalam fase laten.

“Kalau bakteri biasa bisa diatasi dengan antibiotik umum dalam beberapa hari, TBC butuh antibiotik khusus dan dikonsumsi dalam waktu lama karena struktur bakterinya sangat kuat,” kata Rahmat.

Daya tahan bakteri ini juga menjadi alasan utama mengapa pasien TBC harus menjalani terapi kombinasi selama minimal enam bulan, bahkan bisa lebih lama jika pengobatan tidak tuntas atau terjadi resistensi obat.

Baca juga: BCG Tak Lagi Cukup, Vaksin TBC Baru Disiapkan untuk Hadang Ancaman TBC Dewasa

Kenapa harus tuntas?

Jika pengobatan TBC dihentikan sebelum waktunya, bakteri yang belum sepenuhnya mati dapat bertahan dan bermutasi menjadi lebih resisten. Kondisi ini dikenal sebagai TBC resisten obat (MDR-TB) dan sangat sulit diobati.

“Begitu pengobatan tidak selesai, risikonya besar. Bakteri bisa kebal dan butuh obat yang lebih kuat dengan efek samping yang juga lebih berat,” ujar Rahmat.

Karena itu, pasien TBC diwajibkan mengikuti pengobatan secara disiplin dan konsisten.

Pemerintah melalui program DOTS (Directly Observed Treatment Short-course) pun terus mengupayakan pendampingan langsung bagi pasien agar terapi dijalani dengan benar.

Baca juga: Angka Kematian TBC Tembus 1,25 Juta Jiwa, Vaksin M72 Jadi Terobosan Penting

Gejala TBC bisa tak terasa bertahun-tahun

TBC juga memiliki karakteristik laten, yaitu bakteri masuk ke dalam tubuh dan bersembunyi tanpa menimbulkan gejala selama bertahun-tahun.

Dalam fase ini, sistem imun masih bisa mengendalikan bakteri, namun jika daya tahan tubuh melemah, TBC bisa berubah menjadi aktif dan menular.

“Dia bisa tinggal diam di paru, limfa, atau bahkan otak. Nanti saat jumlahnya sudah banyak dan sistem imun menurun, dia akan aktif dan menimbulkan gejala,” kata Rahmat.

Gejala umum TBC antara lain batuk lama, demam, berat badan turun drastis, dan berkeringat di malam hari.

Namun, pada beberapa kasus berat, TBC bisa menyerang otak (TBC meningitis) atau organ-organ lain (TBC miliar) dan menyebabkan kematian jika tidak segera ditangani.

Baca juga: Uji Klinis Vaksin TBC M72 Masuki Tahap Kunci, Indonesia Libatkan 2.095 Partisipan

Pentingnya vaksinasi dan deteksi dini

Untuk mencegah komplikasi berat, vaksin BCG diberikan sejak bayi. Vaksin ini efektif melindungi dari TBC yang berat pada anak, namun belum mencukupi untuk mencegah infeksi aktif pada orang dewasa.

Karena itu, vaksin baru seperti M72 sedang dikembangkan untuk melindungi kelompok usia produktif dari fase laten TBC.

“BCG bukan untuk dewasa. Jadi kalau mau mengendalikan TBC di populasi lebih luas, kita butuh vaksin tambahan seperti M72,” tegas Rahmat.

Indonesia, sebagai negara dengan beban TBC tertinggi kedua di dunia, menjadi salah satu lokasi uji klinis vaksin M72 dan terus berupaya memperkuat program pengendalian TBC nasional.

Kompas.com telah mendapatkan izin dari Kemenkes untuk mengutip isi dan pernyataan dalam program Kemencast yang ditayangkan di kanal YouTube resmi Kementerian Kesehatan RI, Minggu (29/6/2025).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Dua Pejabat AS Sebut Iran Bersiap Tutup Selat Hormuz, Apa Indikasinya?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Bottom Ad

Responsive Ads Here

Halaman